Pembukaan UUD 1945
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa
dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
"Kemudian daripada itu untuk membentuk
suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada :
Ä Ketuhanan Yang
Maha Esa,
Ä kemanusiaan yang
adil dan beradab,
Ä persatuan Indonesia
Ä kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
Ä serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
TRANSPARANSI
1 PENDAHULUAN
Transparansi adalah suatu proses
keterbukaan dari para penelolah manajemen,utamanya manajemen public, untuk
membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan
masuk secara berimbang.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pemerintahan
berarti Lembaga atau orang yang bertugas mengatur dan memajukan Negara dengan
rakyatnya. Jadi, dalam proses transparansi informasi tidak hanya diberikan oleh
pengelolah manajemen public tetapi masyarakat memiliki hak untuk memperoleh
informasi yang menyangkut kepentingan public.
Transparansi Pemerintahan adalah terjaminnya
akses masyarakat dalam berpartisipasi, utamanya dalam proses pengambilan
keputusan.
1.1 Permasalahan
Permasalahan yang akan kita bahas
adalah “Adakah jaminan transparansi pemerintahan jika masyarakat aktif dalam
memberikan kritikan?”
1.2 Pemecahan Masalah
Jika penyelenggaraan pemerintahan
dilakukan dengan tertutup dan tidak transparan secara umum akan berdampak pada
tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat atau warga Negara, sebagaimana
tercantum dalam kontitusi Negara, yaitu percapaian masyarakat yang adil dan
makmur.
1.1 Uraian Materi
Adanya keterbukaan tidak terlepas dari
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan perkembangan teknologi
dan komunikasi sulit bahkan tidak mungkin untuk menepis dan mengendalikan
setiap informasi yang masuk. Dengan demikian, era keterbukaan secara tidak
langsung akan mengakibatkan mengecilnya ruang dan waktu. Negara dituntut untuk
lebih aktif dalam rangka menyaring dan mengendalikan setiap informasi yang
masuk.
Keterbukaan adalah keadaan yang memungkinkan
ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapat oleh masyarakat luas.
Keterbukan merupakan kondisi yang memungkinkan partisipasi masyarakat dalam
kehidupan bernegara.
Di samping itu, keterbukaan juga akan
mengakibatkan batas-batas teritorial suatu negara menjadi kabur. Kecanggihan
teknologi dan informasi membuat batas-batas teritorial suatu negara menjadi
tidak berarti. Seseorang akan dengan mudah memberikan dan menerima informasi
sesuai dengan keinginannya. Pada akhirnya keterbukaan akan mengakibatkan
hilangnya diferensiasi (perbedaan) sosial.
Akan tetapi, keterbukaan akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di suatu negara. Di lihat dari aspek sosial budaya, keterbukaan akan memberikan ruang gerak bagi masuknya budaya-budaya barat yang sama sekali berbeda dengan budaya masyarakat Indonesia. Dilihat dari aspek ideologi, keterbukaan akan memberikan ruang bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi-ideologi dari luar yang tidak sesuai dengan kepribadian suatu bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, munculnya era keterbukaan akan membawa dampak yang sangat buruk apabila kita tidak dapat mempersiapkan diri. Keterbukaan dalam pengertian sikap dan perilaku yang dilakukan pemerintah dewasa ini merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Sebagai contoh adalah keterbukaan arus informasi di bidang hukum. Keterbukaan arus informasi di bidang hukum penting agar setiap warga negara mendapatkan suatu jaminan keadilan.
Akan tetapi, keterbukaan akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di suatu negara. Di lihat dari aspek sosial budaya, keterbukaan akan memberikan ruang gerak bagi masuknya budaya-budaya barat yang sama sekali berbeda dengan budaya masyarakat Indonesia. Dilihat dari aspek ideologi, keterbukaan akan memberikan ruang bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi-ideologi dari luar yang tidak sesuai dengan kepribadian suatu bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, munculnya era keterbukaan akan membawa dampak yang sangat buruk apabila kita tidak dapat mempersiapkan diri. Keterbukaan dalam pengertian sikap dan perilaku yang dilakukan pemerintah dewasa ini merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindari. Sebagai contoh adalah keterbukaan arus informasi di bidang hukum. Keterbukaan arus informasi di bidang hukum penting agar setiap warga negara mendapatkan suatu jaminan keadilan.
Sikap keterbukaan juga menuntut
komitmen masyarakat dan mentalitas aparat dalam melaksanakan peraturan
tersebut. Kesiapan infrastruktur fisik dan mental aparat sangat menentukan
jalannya “jaminan keadilan”.
Dalam mewujudkan suatu pemerintahan
atau kepemerintahan yang demokratis maka hal yang paling utama yang harus
diwujudkan oleh pemerintah adalah transparansi (keterbukaan).
Adapun indikasi dari suatu
pemerintahan atau kepemerintahan yang transparan (terbuka) adalah apabila di
dalam penyelenggaraan pemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam
berbagai proses kelembagaan. Berbagai informasi harus disediakan secara memadai
dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan
evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau lambat cenderung
akan menuju ke pemerintahan yang korup, otoriter, atau diktator.
Akibat penyelenggaraan pemerintahan yang tidak
transparan diantaranya:
Ø kesenjangan
antara rakyat dan pemerintah akibat krisis kepercayaan
Ø menimbulkan
prasangka yang tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Ø pemerintah tidak
berani bertanggungjawab kepada rakyat
Ø tidak adanya
partisipasi dan dukungan rakyat sehingga menghambat proses
Ø pembangunan
nasional
Ø hubungan
kerjasama internasional yang kuarang harmonis
Ø ketertinggalan
dalam segala bidang.
Akuntabilitas
Istilah
akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris accountability yang
berarti pertanggunganjawab atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau
keadaan untuk diminta pertanggunganjawaban. Akuntabilitas (accountability) yaitu
berfungsinya seluruh komponen penggerak jalannya kegiatan perusahaan, sesuai
tugas dan kewenangannya masing-masing. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai
kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan
untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk
dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung jawabannya. Akuntabilitas
terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal
pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan
kepada masyarakat.
Pengertian
akuntabilitas ini memberikan suatu petunjuk sasaran pada hampir semua reformasi
sektor publik dan mendorong pada munculnya tekanan untuk pelaku kunci yang
terlibat untuk bertanggungjawab dan untuk menjamin kinerja pelayanan publik
yang baik. Prinsip akuntabilitas adalah merupakan pelaksanaan pertanggung
jawaban dimana dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang terkait harus
mampu mempertanggung jawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan di bidang
tugasnya. Prinsip akuntabilitas terutama berkaitan erat dengan pertanggung
jawaban terhadap efektivitas kegiatan dalam pencapaian sasaran atau target
kebijakan atau program yang telah ditetapkan itu.
Pengertian
akuntabilitas menurut Lawton dan Rose dapat dikatakan sebagai sebuah proses
dimana seorang atau sekelompok orang yang diperlukan untuk membuat laporan
aktivitas mereka dan dengan cara yang mereka sudah atau belum ketahui untuk
melaksanakan pekerjaan mereka. Akuntabilitas sebagai salah satu prinsip good
corporate governance berkaitan dengan pertanggungjawaban pimpinan atas
keputusan dan hasil yang dicapai, sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam
pelaksanaan tanggung jawab mengelola organisasi. Prinsip akuntabilitas
digunakan untuk menciptakan sistem kontrol yang efektif berdasarkan distribusi
kekuasaan pemegang saham, direksi dan komisaris. Prinsip akuntabilitas menuntut
2 (dua) hal, yaitu : 1) kemampuan menjawab dan 2) konsekuensi. Komponen pertama
(istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan
tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan
wewenang mereka, kemana sumber daya telah digunakan dan apa yang telah tercapai
dengan menggunakan sumber daya tersebut.
Aspek
yang terkandung dalam pengertian akuntabilitas adalah bahwa publik mempunyai
hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak yang mereka
beri kepercayaan. Media pertanggungjawaban dalam konsep akuntabilitas tidak
terbatas pada laporan pertanggungjawaban saja, tetapi mencakup juga
praktek-praktek kemudahan si pemberi mandat mendapatkan informasi, baik
langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian,
akuntabilitas akan tumbuh subur pada lingkungan yang mengutamakan keterbukaan
sebagai landasan penting dan dalam suasana yang transparan dan demokrasi serta
kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Akuntabilitas, sebagai salah satu
prasyarat dari penyelenggaraan negara yang baru, didasarkan pada konsep organisasi
dalam manajemen, yang menyangkut :
Ä Luas kewenangan dan rentang kendali (spand of control)
organisasi.
Ä Faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable)
pada level manajemen atau tingkat kekuasaan tertentu.
Pengendalian
sebagai bagian penting dari masyarakat yang baik saling menunjang dengan
akuntabilitas. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa pengendalian tidak
dapat berjalan dengan efesien dan efektif bila tidak ditunjang dengan mekanisme
akuntabilitas yang baik, demikian pula sebaliknya. Dari uraian tersebut, dapat
dikatakan bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau
unit organisasi untuk mempertanggung jawabkan pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara
periodik. Sumber daya ini merupakan masukan bagi individu maupun unit
organisasi yang seharusnya dapat diukur dan diidentifikasikan secara jelas.
Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan
pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari karyawan organisasi
sehingga tercapai kelancaran dan keterpautan dalam mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan.
Tuntutan atas profesionalisme,
sebagai suatu faham dan konsep idealisme profesional, sering dijadikan tuntutan
terhadap keberadaan pegawai di lingkungan birokrasi pemerintahan. Namun
pemahaman akan profesionalisme itu sendiri masih belum jelas dan belum ada
standar penilaiannya. Sebutan “Profesionalisme” itu sendiri berasal dari kata
“profesi”. Jadi, berbicara tentang profesionalisme tentu mengacu pada
pengertian profesi, sebagai suatu bidang pekerjaan.
Dalam hal profesi tiy, Mc Cully
(1969) (dalam Rusyan, 1990 : 4) mengatakan sebagai : “ Vocation an which
professional knowledge of some department a learning science is used in its
application to the other or in the practice of an art found it “.
Dari pengertian itu dapat disarikan
bahwa dalam suatu pekerjaan yang bersifat professional dipergunakan teknik
serta prosedur yang bertumpu pada landasan intelektual, yang secara sengaja
harus dipelajari dan kemudian secara langsung dapat diabadikan bagi
kemaslahatan orang lain. Faktor penting dalam hal ini adalah intelektualitas
yang di dalamnya tercakup satu atau beberapa keahlian kerja yang dianggap mampu
menjamin proses pekerjaan dan hasil kerja yang professional, atau tercapainya
nilai-nilai tertentu yang dianggap ideal menurut pihak yang menikmatinya.
Soedijarto (1990:57) mendefinisikan
profesionalisme sebagai perangkat atribut-atribut yang diperlukan guna
menunjang suatu tugas agar sesuai dengan standar kerja yang diinginkan. Dari
pendapat ini, sebutan standar kerja merupakan faktor pengukuran atas bekerjanya
seorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugas.
Sementara itu Philips (1991:43)
memberikan definisi profesionalisme sebagai individu yang bekerja sesuai dengan
standar moral dan etika yang ditentukan oleh pekerjaan tersebut.
Berdasarkan kedua pendapat diatas,
terdapat sejumlah faktor dominan dalam mempersoalkan profesionalisme dikalangan
pegawai, ialah :
1. Kapasitas intelektual pegawai yang
relevan dengan jenis dan sifat pekerjaannya. Kapasitas intelektual ini tentu
berhubungan dengan jenis dan tingkat pendidikan yang menjadi karakteristik
pengetahuan dan keahlian seseorang dalam bekerja.
2. Standar kerja yang sekurang-kurangnya
mencakup prosedur, tata cara dan hasil akhir pekerjaan.
3. Standar moral dan etika dalam melaksanakan
pekerjaan tersebut.
Hal ketiga inilah yang sulit
dirumuskan dan dinyatakan secara utuh, karena proses aktualisasinya tidak hanya
ditentukan oleh sifat dan watak seseorang, tetapi ditentukan juga oleh system
nilai yang berlaku dalam suatu lingkungan kerja.
Sebagai contoh, seseorang yang
berwatak jujur dapat berubah menjadi pribadi yang korup, karena system nilai
yang berlaku di lingkungan kerjanya memang system nilai yang korup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar